Gunung Gede Waktu Itu

Gede Waktu Itu

Suatu hari nanti akan ada cerita dari ayah kepada anaknya, tentang sebuah perjalanan panjang penuh bebatuan, akar-akar, dan beban puluhan liter, ratusan langkah serta beribu keyakinan.

Empat anak muda resah dengan kebisingan kota berteriak setiap hari di daun telinga yang bosan mendengarkan perihal itu-itu saja.

Yaitu Jhon dari kota Medan membawa sejuta kesepian yang diberikan oleh putri singgih Niwayan Ayu mantan kekasihnya. Lantaran cintanya tak direstui. Jhon mengayunkan kakinya berjalan lebih jauh, agar hatinya segera akrab dengan sembuh.

Kemudian pria sopan santun bernama Lencer dari tanah Jawa, merantau berharap menemukan puncak kebahagiaan dalam kedamaian abadi. Langkah pasti selalu menemaninya meski kekerasan hati selalu jadi kekuatan terbaiknya.

Berikutnya pria melankolis yang doyan banget baper (Bawa Perasaan), biasa dipanggil Stepi. Ceritanya mau bejalar jadi pria sejati, mendadak mau mendaki, padahal jarang banget mau jalan kaki. 

Yang terakhir, cowo romantis bernama Roman Wahyu, pecandu rasa yang kadang galau kadang risau, seringkali putus cinta membuatnya memilih mencintai hidupnya sendiri. 

Keempat pemuda itu mengait janji bertemu di tepian hari, Kamis 02 April 2015.
Musim penghujan membasahkan bumi tak menciutkan tekat mereka menuju titik tertinggi Gn. Gede Pangrango 2958 mdpl. Jawa Barat

Tiba waktu perjalanan dimulai, pukul 23.00 dimulai dengan berjalan kaki sampai terminal, bus jurusan cianjur menjadi pilihan.
Tujuannya ialah taman puncak Cibodas

3 jam perjalanan bus memulai perjalanan sebelum mendaki, sampai di pos ranger cibodas mereka memohon ijin untuk mendaki. 

G : Mau mendaki lewat mana ?
J : Naik Cibodas – Turun Cibodas om!
G : Segala persiapan sudah lengkap?
J : Lengkap om, cuman hati aja ilang separuh!
G : MAGSUDNYA????
J :  Gak om, sudah lengkap semua!

Wwkkwkwk….

Perijinan selesai, tepat pukul 02.00 AM mereka memulai pendakian.
Tidak lupa kami memulai pendakian dengan berdoa, estimasi menuju Camp Kandang Badak selama 5 Jam.
Langkah demi langkah mereka tenun diikat oleh napas-napas pendek, hari gelap gulita lampu senter bagaikan dewa yang menjelma menjadi cahaya. Puluhan liter beban yang diemban tak mampu mengalahkan tekad menuju dataran yang konon selalu mempunyai candu menyaksikan rindu.

30 menit perjalanan berlalu : 

S : Jhon! Napas gue engap nih!
J : Yauda Step, kita break dulu.
L : iyaudah kita break ya Man!
R : Oke sip! Kita selonjororan bentar.

Setengkuk air memberi kehidupan, udara tipis tak membut kami bengis, kaki-kaki yang pegal mempersiapkan diri melawan medan yang datar sesekali terjal.

Perjalan dilanjutkan, mereka bersautan memanggil nama secara bergantian,

J : Stepi Anggun Joko!
S : Siap !!
J : Lencer Saputra!
L : Siaaaaaaap!
J : Roman Wahyu !!
R : Siapp! John Riki Wijaya!
J : Siap!

Semangat terbakar menjadi arang melelehkan batu-batu berundak setapak jalan menuju pucak. Suara penghuni gunung bersautan dengan detak jantung, tak luput mereka berempat merapatkan jarak.

Akar-akar kekar menopang pepohonan, menyimpulkan betapa pentingnya prinsip dalam kehidupan

Bebatuan besar menjadi alas kaki mendaki, menyatakan bahwa langkah hebat menuju ketinggian harus didaki dengan kaki yang kokoh menopang kemantapan hati.

Dinginnya angin menyimpulkan jati diri yang patut dipelajari. Sangat dingin sikap sebuah gunung, namun ia punya banyak kekuatan yang tak seorangpun berani melawan. Bernama liar kehidupan yang bernaung di atas tanahnya. Dan sebidang puncak yang selalu berada lebih tinggi dari yang tinggi.

Kurang lebih pukul 07.00 setelah melalui aliran panas air belerang kami tiba di perkemahan Kandang Badak. Tenda disiapkan, mereka berempat yang sudah kelelahan saling bahu-membahu menyiapkan tenda.
Setelah tenda berdiri segala perlengkapan masak disiapkan. Sebab perut mereka sudah sangat lapar

J : Man, ambil air! Persediaan air kita habis.
R : Ya.. sebentar! Dengkulku otek kayaknya
J : oke!

Sementara Step dan Lencer mengigil kedinginan.

Mereka menyiapkan masakan dengan penuh kebersaman, tertawa becerita sepanjang perjalan mendaki, berbalas mengolok-olok siapa yang manja karena kehabisan napas di perjalanan tadi.

Secangkir kopi menjadi saksi cerita kehangatan perjalan mereka. Mereka makan dengan sangat lahap sebab lapar memang tak lagi bisa di hujat. Perut terisi penuh, mereka ngantuk bukan kepalang. Satu persatu mereka terlelap. Sampai besok pagi pendakian dilanjutkan.

Tengah malam
Hujan deras!

S : Man tenda bocor!
R : Waduh sleeping bag selametin bro.
J : Gawat, jangan sampai basah!
L : Jaket basah semua nih, logistik juga selametin bro !!

Tenda mereka diguyur hujan deras, mencekam hujan itu menghujani.
Kompor dinyalahkan, mereka berempat berdekatan sembari memeluk.

J : Disaat tak ada lagi yang bisa menolong, hanyalah doa yang mampu menjadi pengharapan

S : mari kita berdoa teman-teman semoga hujan badai ini segera reda

Mereka berdoa penuh harapan agar hujan segera reda.
Syukurlah hujan mulai reda, mereka selamat dari ancaman badai malam itu, mereka mulai memisahkan pakaian-pakaian yang basah terendam air.

Setelah melanjutkan tidur beberapa jam, mereka langsung begegas merapihkan tenda, saat itu puku 03.00 WIB.
sebelum pendakian menuju puncak dilanjutkan mereka mengisi perut dengan beberapa potong roti.

Pendakian dilanjutkan, langkah terasa semakin susah karena carrier yang dipikul menjadi semakin berat. Ada banyak pakaian basah di dalamnya, namun tidak menyerah mereka meniti langkah demi langkah, menjamah batuan dan akar-akar tunjang dan terjal.

Tiba di tanjakan setan, (begitulah para pendaki memanggilnya). Jhon melangkah paling depan, tak sengaja terpeleset menginjak batang pohon tumbang. 

Ia tepeleset hampir jatuh kejurang yang mengaga di sampingnya. Beruntung ada pendaki lain meraihnya. Nyawanya terselamatkan.

Huuuuff…. 

Step semakin lama semakin melamban, karena memang track menuju puncak jauh lebih berat dan menanjak, sesekali mereka kesusahan mengatur napas yang panjang. Udara semakin menipis dan logistik juga sudah mulai habis

Ahh! 

Mereka terlambat mengejar sun rise, sudah pukul 07.00 

Pukul 07.30 mereka tiba di puncak. 2958 mdpl, dari raut wajah mereka terpancar kebangaan dan ketakjupan yang luar biasa.
Awan-awan menjadi selimut mata, dingin angin menjadi penyegar lelah, dan langkah tak lagi berat ditapak. 

“Di ketinggian kau dapat merasakan betapa rendahnya tempat yang selama ini kau pijak.
Itulah sebabnya aku ingin mendaki. Meski tak bersamamu” 

Gn.Gede ~ 04-Mar-2015 

G = Ranger
S = Stepy
R = Roman
L = Lencer
J = Jhon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *