Dingin.
Hujan pagi begitu retas mengalahkan semangatku.
Deras menguras naluri mau lagi dan lagi terlelap di bawah selimut bersama banta-bantal hangat empuk dan lembut.
Tapi kewajibanku harus bekerja.
Menempuh dua puluh delapan kilo meter selama satu jam. Mungkin lebih.
Mengejar lengkingan bel masuk pukul setengah delapan pagi.
Pertemuan pagi.
Ramah diskusi-diskusi genting menggunting.
Target menekan dari segala arah.
Pertanyaan dan konfirmasi yang kemudian datang tak tau aturan.
Berkas-berkas bertumpuk yang siap mengamuk.
Tanda tangan bagai lukisan wajib kugambar di setiap lembar yang banyak meneriakan pertanyaan.
Di depan komputer dengan grafik-grafik berwarna-warni.
Dibuat sedemikian rupa agar mereka yang bertanya karena bertahta bisa mengerti.
Semangat!
Hanya itu modal terbesarku untuk berakit mengangkut segenap harapan.
Karena perutku yang tidak sendirian juga tak urung membangunkan jiwa agar berhenti cemberut. Berhenti menangguk.
Melangkah berundak.
Meski menjadi budak, namun karya tak pandang siapa.
Selamat pagi anak muda.
Masihkah kau mau diam saja?