Lima empat lima.
Ayam jago melengking di kandang pagi.
Menunggu pakan dihidangkan tuannya.
Mataku dilekat kantuk, susah terbuka. Otot mata sampai ngotot meregangkan kelopaknya.
Butuh puluhan kilo kalori untuk memisahkan mereka.
Khening dikerutkan.
Bulu mata berbayang tirai.
Jendela tubuh bersalam pada semesta.
Leherku masih penat sisa kehujanan semalam.
Mengangkat kepala melihat waktu.
Hanya beberapa detik. Ia rubuh kembali.
Lekatlah pipi kananku (lagi) dengan kasur yang masih mendengkur.
Membuat iri badan yang juga masih menunggu pasokan semangat dari napas kelelahan.
Huff..
Kemudian layar datar berwarna hitam menjadi terang bertuliskan namamu.
Hijriyah:
“Kamu sudah bangun be?”
Jantung tergugah.
Mata sinis memandangnya.
Sebab kantuk yang ia jaga semalaman pergi tanpa salam. Karena jantung mengagetkannya.
Leher terjungkit kuat.
Lengan menjangkau layar telpon genggam.
Balas:
“Aku baru bangun, ini mau siap-siap”
Entah apa yang kusiapkan.
Siap merindukanmu mungkin?
Atau merindukanmu lagi?
Bahkan mungkin terus merindukanmu?
Hanya aamin yang selalu kuucapkan untuk semua yang Tuhan rencanakan.
Itulah pagiku hari ini.
Bagaimana dengan pagimu?
23 Feb 2016