Kelinci Pemalas

Kalian tahu kelinci?

Aku ini kelinci bagi sang pagi.
Aku lucu katanya, mataku besar memandang hal-hal kecil di sekitar dengan sangat cekatan.

Aku ini kelinci bagi sang siang.
Wajahku sejuk ujarnya, telingaku mendengar lebih peka dari semua kefakiran suara yang bisu.

Aku juga kelinci bagi sang senja.
Dia bilang buluku hangat, kakiku berukuran kecil dengan langkah besar bagi dunia yang sudah mulai gusar.

Malam juga menyebutku kelinci.
Tubuhku gempal menggemaskan, ekorku pendek mengiringi ambisiku yang sangat panjang menantang.

Semua komentar hanya kudengarkan sambil gegerutuan di mulutku.
Kelihatan bodoh memang, tapi gelagak bodohku lucu dan menggemaskan katanya.

Sepertinya, aku malas menunjukan kepintaranku.
Mataku larak-lirik juga tak mau mejelaskan kecerdasanku.

Akhirnya kupingku saja kugerak-gerakan.
Mereka tetap saja mencubitiku gemas.
Tingkahku lucu katanya.

Semakin malas saja aku menelaah tingkah mereka.
Ekorku sajalah ku geol-geolkan.
Mereka malah tertawa semaki geli. Hahaha

Apa aku terlalu cerdas untuk menaruh kesal pada ketawa bodoh mereka?

Kepintaranku memang sungguh enggan menunjukan diri di depan hidup yang tak jelas juntrunganya.

Maaf bukanya aku sok pintar. Tapi berfikirlah kalian.

Diam bukan berarti bodoh.
Menurut bukan berarti idiot yang akut.

Salah itu subjektif jika tanpa ukuran dan aturan.
Tapi, Ah sudahlah semakin malas saja aku menjelaskannya.

Ku tak mau sampai terlihat kecerdasanku.

Apalagi di hadapan kalian yang rela tak tahu malu mementingkan kepentingan kaumnya

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *