Mendengarkan air saja belum cukup membasahi naluriku.
Jika sekedar mencelupkan pikiran di garangan api, percayalah itu hanya membuat jiwa mudaku tertawa geli.
Aku ini sedang berdiri di atas mesin penggilas nasib yang sangat sesitif.
Menjadi tokoh di cerita Tuhan yang sangat dermawan.
Aturannya tegas, apa yang kutanam maka buah tanaman itu yang akan kupetik.
Ya kalau begitu sudah jelas artinya, karena wajahku ini tampan kelak pasti istriku cantik.
Aku ini sedang berdiri di atas mesin penggilas nasib yang sangat sesitif.
Aturannya jelas, yang kuat jadi pemenang, dan yang lemah jadi pecundang.
Aku ini sedang berdiri di atas mesin penggilas nasib yang sangat sensitif.
Kebingungan apa sudah benar yang selama ini aku lakukan.
Tolong beri aku nasihatmu, aku rindu nasihatmu…
Sekarang dengar!!!
Jika ada mahasiswa yang bahagia karena gajinya.
Apa itu benar??
Hai bung.
Menuntut ilmu ya dapat ilmu.
Jangan sekali-kali kau mengharapkan yang bukanlah hakmu kawan.
Jika ada karyawan bahagia karena karyanya. Apakah itu benar?
Hai bung.
Buruh ya dapat upah.
Tak usah sok berpengaruh, berkesenian di setiap akhir pekan.
Karyamu itu cuma akan ditertawakan. Kawan.
Oleh manusia yang terus menulis hanya agar dibilang ialah penulis yang realistis.
Oleh manusia yang bersyair, hanya agar disebut ialah penyair yang mahir.
Sudahlah aku pegal menasehatimu!!
Aku ini hanya berekspresi lewat seni, menuangkan derasnya isi kepala ke dalam telaga rasa yang kupunya.
Aku melakukan semuanya
Itu karena aku suka. Karena aku cinta.
Untuk menjadi besar, aku tak perlu bersanding pada nama besar.
Penulis tidak pernah menyebut dirinya penulis.
Penyair tidak pernah memanggil dirinya sang pemahir.
Aku akan terus berkarya, jatuh cinta pada kesenian seromantis palingmanis.
Aku rindu nasihatmu membimbingku melakukan semuanya.
Aku rindu wahai rahimku..